Lama saya tidak muncul di blog ini selama hamil. Memang ya hamil itu cukup ribet apalagi di era pandemi begini. Saya bahkan hampir tidak pernah keluar rumah selain untuk olahraga atau kontrol ke dokter. Tapi selain hamil (pengalaman hamil selama pandemi akan saya ceritakan di post lain), pengalaman yang tidak kalah menegangkan adalah operasi Caesar.
Sebenarnya,
saya sudah berencana untuk melahirkan secara normal. Bahkan dokter kandungan
saya juga sudah mengusahakan agar bisa lahir secara normal, namun ternyata ada
beberapa hal yang diluar kendali manusia sehingga saya harus melakukan operasi Caesar
secara mendadak. Iya secara mendadak karena memang diluar jadwal dan jauh dari
hari perkiraan lahir. Lalu apa yang menyebabkan saya harus menjalani operasi Caesar
secara mendadak dan bagaimana prosesnya?
Awalnya
saya hanya berencana untuk kontrol rutin ke dokter kandungan karena saya habis
melakukan tes urin akibat kaki bengkak. FYI, sebelum ke dokter, saya melakukan
pijat oyok (tahukan pijat tradisional untuk membenarkan posisi janin).
Sebenarnya bukan kemauan saya untuk melakukan pijat ini, hanya saja si tukang
pijat yang dipanggil ibu saya bersikeras ingin membenarkan posisi janin saya.
Jadilah pijat ini menjadi salah satu penyebab mengapa saya menjalani operasi Caesar
secara mendadak dan tanpa ada pembukaan sebelumnya.
Beberapa
jam setelah pijat oyok tersebut saya tidak merasakan ada hal yang aneh dengan
bayi dalam perut. Hanya saja ketika saya berjalan ke ruang dokter (dari
parkiran ke ruang dokter) saya merasakan sakit yang cukup parah di bagian perut
bawah. Kemudian saya bilang ke dokter kandungan dan di USG. Benar saja.
Posisi janin dan placenta yang semula bagus menjadi bergeser tidak karuan.
Parahnya lagi janin dalam perut juga mengalami detak jantung cepat yang
menandakan bayi sedang stress. Sehingga dokter memutuskan agar saya dirawat
inap saat itu juga. Sebenarnya dokter belum memutuskan untuk operasi atau
tidak, saya hanya dirujuk ke UGD untuk rawat inap saja agar detak jantung bayi
bisa normal kembali.
Sebelum Operasi
Saat di
UGD, saya diminta untuk melakukan serangkaian tes, termasuk tes darah untuk berbagai
keperluan (termasuk swab tes), tes detak jantung bayi, hingga foto thorax. Saat
tes detak jantung bayi, saya melihat detak jantungnya ada dikisaran yang tinggi
dan bahkan perawat juga mengatakan hal yang sama. Setelah melakukan semua tes
yang dibutuhkan (butuh waktu sekitar 3-4 jam), kemudian saya dipindahkan ke ruang perawatan. Sekitar jam 11 malam, saya
diberi kabar oleh perawat kalau saya akan menjalani operasi Caesar esok hari
pukul enam pagi. Yes, pukul enam pagi karena dokter juga ada jadwal praktek
rutin setelahnya.
Kaget? Iya.
Takut? Enggak. Bukan saya enggak takut, tapi enggak sempat takut. Tidak ada
waktu untuk takut. Hanya selang beberapa jam lagi saya harus operasi dan saat
itu juga saya harus puasa. Padahal saya juga belum makan dari sore hari.
Perasaan saya dan suami campur aduk malam itu. Apalagi pasien hanya boleh
ditunggu satu orang saja karena masa pandemi ini.
Sebelum
puasa, saya hanya sempat makan sepotong roti sobek dan minum air putih saja.
Suami bahkan sudah hilang selera makan melihat kondisi saya dan janin.
Semalaman kami berdua tidak bisa tidur karena tegang dan takut. Hanya bisa
saling pegang tangan dan menguatkan satu sama lain. Tepat pukul lima pagi saya
diberitahu perawat untuk mandi karena harus segera masuk ruang operasi.
Saya mandi
sebentar dan kemudian mengenakan baju operasi. Anehnya setelah semalaman tidak
tidur, menjelang operasi saya menjadi super mengantuk dan bahkan sempat
tertidur ketika menunggu giliran. Saat masuk ruang operasi, yang saya rasakan
adalah rasa dingin yang amat sangat. Semuanya serba dingin. Sangat dingin
hingga bisa membuat rasa ngantuk langsung hilang begitu saja. Kemudian ada
dokter kandungan, dokter anastesi, dokter anak, bidan, dan perawat mengelilingi
saya. Semuanya bekerja dengan sangat cepat. Saking cepatnya saya merasa tidak
ada waktu untuk merasa gugup.
Setelah Operasi
Proses
operasi berlangsung cepat. Meskipun pandangan saya ditutupi dengan kain, namun
saya bisa melihat seluruh prosesnya dari pantulan lampu yang ada diatas kepala.
Ngeri? Iya. Tapi semuanya sirna ketika saya melihat jabang bayi sudah lahir
dengan perjuangan keras para dokter dan perawat. Lega akhirnya semua sudah
selesai. Sekarang tinggal pemulihan saja.
Meskipun
tinggal pemulihan, ternyata proses ini lebih menegangkan daripada operasi itu
sendiri. Saya dan suami sama-sama awam tentang merawat bayi. Ya meskipun sudah
belajar sedikit dari YouTube dan artikel, namun semuanya tidak sama ketika sudah
berhadapan langsung dengan bayi yang benar-benar baru lahir. Ditambah lagi saya
masih diinfus dan luka bekas operasi Caesar masih sangat amat sakit serta selang
kateter yang masih terpasang. Merawat bayi dengan keadaan seperti itu rasanya
sangat campur aduk. Tidak ada ibu atau mertua atau siapapun yang bisa membantu.
Benar-benar murni hanya saya dan suami.
Inisiasi Menyusui Dini
Proses
inisiasi menyusui dini menjadi jalan terjal saya dan bayi untuk pertama
kalinya. Kondisi puting datar dan asi yang belum keluar membuat bayi saya
mengalami dehidrasi. Dua hari bayi tidak mendapatkan asupan asi yang memadai.
Sedangkan saya dan pihak RS sudah sepakat untuk tidak memberikan susu formula.
Pada hari kedua, infus dan selang kateter sudah dilepas namun saya masih susah
untuk bergerak. Sakit atau tidak bekas operasi, saya harus bangkit untuk membantu
suami merawat bayi kami.