Hijrah atau move
on – kalau kata anak gaul – mungkin termasuk dalam salah satu hal yang pernah
tidak terpikir oleh saya. Biasa karena merasa masih muda, sehingga belum perlu
untuk melakukan perubahan. Tapi itu adalah pikiran saya saat masih usia 20
tahunan. Sekarang? Sudah beda lagi ceritanya. Tapi saya mau berbagi perjalanan
hijrah saya dari yang dulu hanya punya pikiran hepi-hepi duniawi ke pribadi
sekarang yang Insyaallah lebih baik dari yang dulu.
Post ini akan
sedikit lebih panjang, jadi jangan lupa siapkan camilan dan minum biar anteng
bacanya. Yuk lanjut baca ya.
Aku dan Kisah Hijrahku
Cerita hijrahku
berawal ketika lebaran sekitar tahun 2011. Saat itu, saya dan keluarga hendak
berkunjung ke rumah nenek. Dan dari semua anggota keluarga dan saudara, hanya
saya sendiri yang belum berhijab. Ibu saya sudah menyuruh untuk mengenakan
hijab saat lebaran tahun itu, tapi saya menolak. Alasannya? Klise sih karena
saya masih belum merasa perlu pakai hijab kala itu.
Entah kenapa
dari dalam hati saya belum ada sama sekali keinginan untuk menggunakan hijab
ataupun sekedar memperbaiki ibadah dan pribadi. Mungkin ini yang dinamakan
dengan belum dapat hidayah.
Saking enggannya
pakai hijab, saya sempat perpikir bila akan menggunakan hijab setelah menikah
saja. Padahal saya sering mendengar bila banyak orang yang menyesal karena
tidak menyegerakan hijrah karena perihal usia dan kematian tidak ada yang
pernah tahu. Tapi tetap saja, saya masih kekeuh dengan kepala dan hati saya
yang sekeras batu. Bahkan ketika disindir sindir sama saudara yang lain, saya
seperti tidak mendengar apa-apa.
Ibu saya sih
orangnya selow. Kalau saya bilang tidak mau ya tidak akan memaksa. Beliau
selalu berpikir bila memang saatnya, saya akan berubah dengan sendirinya karena
Allah yang akan merubah hati saya.
Tiga tahun
kemudian, Allah menjawab doa saya dan saya menikah denga pria yang sudah saya
pacari selama 4 tahun. Alhamdulilah semua hal berjalan dengan lancar, tapi
tetap saya masih menolak untuk berhijab. Lho, bukankah tadi saya bilang akan
berhijab bila sudah menikah? Memang saya bilang seperti itu, namun kenyataannya
saya masih kekeuh untuk tidak berhijab. Alasan saya kali ini karena saya maunya
nanti kalau sudah pakai hijab enggak mau copot lagi. Saya enggak mau seperti
teman-teman saya yang pakai dan copot jilbab seperti tidak ada beban.
Karena alasan
ini saya menunda kembali untuk berhijab. Bagi beberapa orang, saya terlihat
terlalu banyak alasan. Tapi, ya bagaimana lagi waktu itu saya masih berpikir
bila berhijab nantinya akan menghambat karir, pergaulan, dan sebagainya.
Hingga pada
suatu saat, saya membaca sebuah postingan dakwah di Instagram yang lewat begitu
saja di kolom explorer. Saya juga lupa nama akunnya apa. Tapi inti dari
postingan yang saya baca tersebut adalah bila seorang wanita tidak mau menutup
auratnya (dengan hijab) serta melakukan dosa lain, maka nanti diakhirat ayah,
suami, dan saudara laki-laki akan ikut menanggung dosa wanita tersebut.
Dari postingan
itulah, saya merasa tertampar. Apakah nanti bila diakhirat suami, ayah, dan
saudara laki-laki saya juga harus dihukum karena saya tidak berhijab? Saya
tidak mau hal tersebut terjadi. Akhirnya saya memutuskan berhijab setelah meminta
izin pada suami.
Setelah
bertahun-tahun saya menggunakan hijab, memang banyak hal baik yang saya
rasakan, istilahnya up and down. Namun pada suatu hari saya mengetahui bila
hadis tentang hijab diatas ternyata bukan hadis yang shahih atau sah. Memang seorang
ayah bertanggung jawab atas anaknya hingga menikah, kemudian setelah menikah
suami yang bertanggung jawab. Hal ini bukan berarti ayah dan suami akan
menanggung dosa seorang wanita (anak/istri) karena sebenarnya setiap pribadi
akan menanggung dosa masing-masing.
Meskipun kisah
hijrah saya dari yang tidak berhijab menjadi berhijab dipelopori oleh sebuah
hadis yang tidak shahih, tapi saya tidak menyesal. Bahkan dari saat pertama
berhijab hingga sekarang belum pernah copot-pasang hijab. Satu hal yang saya
syukuri adalah saya hijrah berdasarkan kemauan saya sendiri, bukan karena
paksaan dari orang lain.
Kenapa harus hijrah?
Beberapa tahun
belakangan ini, fenomena hijrah menjadi semacam trend, terlebih dikalangan
orang muslim. Mungkin bukan saya saja yang sempat terpikir mengapa harus
hijrah? Apakah harus hijrah karena trend atau memang niat dari hati? Apakah
hijrah hanya demi eksistensi tapi tidak paham dengan substansinya? Well, that
is the question, actually.
Berbicara
masalah hijrah, sebenarnya sudah tahu belum sih apa itu pengertian hijrah yang
sebenarnya? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, ada 2 pengertian
hijrah, yaitu:
“Hijrah (n)
Perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Mekah ke
Madinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir
Quraisy, Mekah”
“Hijrah (v)
berpindah atau menyingkir sementara waktu dari suatu tempat ke tempat yang lain
yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya)”
Bila dilihat
dari segi makna, hijrah berarti berpindah tempat. Namun hijrah juga bisa
dimaknai sebagai perubahan dari hal yang buruk ke hal baik. Perubahan yang
dimaksud bisa dalam berbagai hal seperti personal, gaya hidup, dan sebagainya.
Selain itu, alasan setiap pribadi untuk hijrah juga berbeda, namun secara umum
orang hijrah karena mereka ingin menjadi pribadi yang lebih baik.
Saya pernah
membaca quote dari sebuah drama Korea, yaitu “Orang bisa mati bila berubah secara drastis”. Quote ini berbicara bahwa orang tidak mudah berubah (termasuk hijrah
juga), dan biasanya orang yang mendadak berubah adalah orang yang hendak mati. Sama
halnya dengan perjalan hijrah saya, dan orang lain yang jelas tidak mudah.
Namun apapun hambatannya tetap dilewati dan mantap berhijrah.
Memaknai hijrah
dan menjadi lebih baik
Bagi saya,
perjalanan hijrah dan semua perubahannya bukan hal yang mudah. Ada banyak orang yang memandang niat hijrah saya ini sebagai sesuatu yang receh. Tapi dasarnya
saya memang (PURA-PURA) budek, jadi saya tidak ambil pusing. Saat mantap
berhijrah, ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya. Selain konsisten
memakai hijab, ada hal lain yang harus saya perbaiki seiring dengan niat hijrah
ini. Maklum, saya tidak mau nanti ada orang yang bilang bila saya berhijab tapi
kelakuan kok anu.
Bagi saya hijrah
bukan perkara dari tidak berhijab menjadi berhijab atau seberapa cekak celanamu atau seberapa panjang
(dan lebat) jenggotmu. Tapi hijrah mempunyai makna yang jauh lebih luas
daripada penampilan saja. Bila memang sudah memutuskan hijrah, kelakuan, cara
bicara, gaya hidup, hingga intensitas ibadah harus berubah. Ya masa sih sudah
berhijab tapi mainnya masih dugem ke club malam dan pulang dini hari.
Ketika sudah
memutuskan #ayohijrah, berarti sudah siap untuk mengubah gaya hidup. Dari yang
awalnya suka telat bangun subuh bisa bangun tepat waktu, yang biasanya sholat
masih on-off, bisa lebih konsisten lagi sholatnya, yang masih suka ghibah, bisa
kurang-kurangi lah nyinyir di Instagram artis, dan sebagainya.
#Ayohijrah dalam
aspek kehidupan
Seperti yang
sudah saya katakan, bila seseorang memang sudah memutuskan untuk hijrah,
perubahan yang dilakukan tidak hanya pada sebatas penampilan saja tapi juga
pada semua aspek kehidupan. Itulah mengapa hijrah itu hanya untuk orang yang
kuat (mental). Tapi kalau ingin menjadi tetap baik ya harus diniati dan
dilakukan.
“Allah tidak
merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri.” Q.S Ar Rad: 11
Sebenarnya
perubahan apa saja sih yang bisa dilakukan ketika sudah memutuskan berhijrah? Saat
memutuskan berhijrah, setiap orang mempunyai preferensi hal apa saja yang ingin
diubah. Yang jelas sekecil apapun perubahan yang dilakukan, pasti berdampak
besar pada hidup. Kalau saya, ada beberapa aspek yang saya ubah ketika
memutuskan untuk hijrah.
- Kehidupan
personal – Satu hal yang perlu saya ubah dari kehidupan personal adalah tentang
ibadah. Kualitas dan ketepatan waktu saya ubah dari yang kurang taat menjadi
lebih taat. Saya tidak mau menjadi orang yang beribadah seperti Allah
membutuhkan ibadah saya. Padahal saya yang butuh beribadah pada Allah. Setelah
memutuskan untuk berhijab, saya juga ingin ibadah semakin rajin. Sehingga hijab
bukan hanya sebagai penutup kepala saja tapi ibadahnya nol besar.
- Lifestyle
– Alhamdulilah, saya yang sejak awal berasal dari keluarga agamis, tidak
mempunyai lifestyle yang kurang baik. Saya tidak pernah dugem, minum alkohol, merokok,
nongkrong hingga larut malam pun saya tidak pernah. Tapi diluar dari hal
tersebut, yang perlu saya ubah adalah ghibah. Saya berusaha sebisa mungkin
untuk tidak ghibah dan julid pada orang lain. Malulah ya, masa sudah pakai
hijab, sholat dibenerin, eh tapi masih suka ghibah dan julid.
- Keuangan
– Selain dua aspek tersebut, keuangan juga menjadi prioritas saat hijrah. Saat
memutuskan berhijrah, saya dan suami memutuskan untuk stop berhutang yang
mengambil riba. Saya memang bukan yang hobi utang, tapi saya melihat orang
disekitar saya banyak yang menderita karena hutang riba ini, bahkan tetangga
saya ada yang sampai bunuh diri karena terlilit hutang riba. Dari sini saya
banyak melakukan perubahaan pada keuangan seperti tidak lagi ikut arisan
(karena saya kurang yakin dengan arisan), Selain itu saya tidak menggunakan
kartu kredit, karena menghindari berhutang tadi. Ya masa, begaya dari uang
hasil hutang, apa kata dunia?
Sejalan dengan
filosofi saya tentang hijrah, Bank Muamalat juga meluncurkan program #AyoHijrah
untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya hijrah menjadi lebih baik. Saya
excited sekali dengan program #ayohijrah ini karena sangat membantu dan
memfasilitasi orang-orang seperti saya yang ingin berhijrah. Yuk, cari tahu
lebih lanjut tentang program #ayohijrah dari Bank Muamalat ini.
#Ayohijrah
bersama Bank Muamalat
#Ayohijrah
adalah salah satu program unggulan dari Bank Muamalat untuk mengedukasi
masyarakat tentang pentingnya berhijrah dalam segala aspek kehidupan termasuk
keuangan. Kampanye #ayohijrah ini diluncurkan pada 8 Oktober 2018 silam. Selain
dalam hal keuangan, kampanye #ayohijrah ini juga mengajak masyarakat untuk
berubah ke arah yang lebih berkah dan lebih baik sesuai dengan ajaran agama
Islam.
Sebagai bank
pertama yang menerapkan hukum syariah pada perbankan di Indonesia, Bank
Muamalat merasa perlu untuk menggaungkan kampanye #AyoHijrah. Dengan kampanye
ini, Bank Muamalat memperluas fungsi bank dari sebatas penyedia layanan
perbankan syariah menjadi penggerak semangat umat untu berhijrah ke arah yang
lebih baik dan menyeluruh berdasarkan ajaran agama Islam termasuk dalam mengelola
keuangan.
Makna dari
kampanye #AyoHijrah ini adalah berubah menjadi ‘lebih baik’ bagi seluruh umat
Islam yang ada di Indonesia. Kita semua tahu bila agama Islam tidak sekedar
mengatur masalah agama saja, namun juga mengatur gaya hidup atau way of life
umatnya. Berawal dari sini, Bank Muamalat ingin mengajak masyarakat muslim di
Indonesia untuk memperbaiki gaya hidup termasuk dalam hal keuangan. Hal ini
karena masih banyak orang yang menggunakan sistem keuangan sekuler dari perbankan
konvensional. Padahal sistem riba yang masih digunakan bank konvensional itu
diharamkan dalam agama Islam.
Dalam program
ini, Bank Muamalat menyediakan beberapa produk dan layanan hijrah dengan nama
yang baru seperti berikut ini.
- Tabungan
iB Hijrah
- Tabungan
iB Hijrah Rencana
- Tabungan
iB Hijrah Haji dan Umrah
- Tabungan
iB Hijrah Prima
- Tabungan
iB Hijrah Prima Berhadiah
- Giro
iB Hijrah
- Deposito
iB Hijrah
- Pembiayaan
Rumah iB Hijrah Angsuran Fix and Fis dan Super Ringan (Masih dalam pengajuan ke
OJK)
Selain layanan
hijrah diatas, gerakan #Ayohijrah juga mempunyai beberapa kegiatan yang
berhubungan dengan hijrah. Antara lain:
- Open
booth di pusat kegiatan masyarakat sehingga masyarakat bisa mendapatkan
informasi #Ayohijrah dengan mudah.
- Seminar/Edukasi
perbankan syariah
- Pemberdayaan
mashid sebagai agen perbankan syariah
- Kajian
Islami dengan narasumber ulama
Gerakan
#Ayohijrah ini dikemas dengan kegiatan interaktif yang mengajak serta melibatkan
masyarakat untuk meningkatkan diri dalam berbagai aspek kehidupan, khususnys
mulai menggunakan bank syariah. Sehingga keuangan bisa lebih teratur dan hidup menjadi lebih berkah dan tenang.
Tentang Bank
Muamalat
Kehadiran Bank
Muamalat di Indonesia bagai oase ditengah gurun. Bagaimana tidak, bila di
negara yang mayoritas beragama Islam, layanan perbankan syariah bisa dikatakan
masih terbatas dan belum menyeluruh. Sehingga dengan adanya Bank Muamalat ini,
umat Islam di Indonesia bisa melakukan aktivitas perbankan dengan lebih tenang
dan aman.
Bank Muamalat
sendiri adalah bank pertama yang menerapkan hukum perbankan syariah murni di
Indonesia. Didirikan pada tahun 1992, Bank Muamalat tidak menginduk pada bank
lain sehingga program syariah-nya tetap terjaga. Penerapan prinsip ekonomi syariah
serta pengelolaan dana di Bank Muamalat ini diawasi dan dikawal oleh Dewan
Pengawas Syariah. Meski menerapkan
prinsip ekonomi syariah, Bank Muamalat juga mempuyai fasilitas keuangan yang
lengkap seperti internet banking, mobile banking, hingga kantor cabang dan
jaringan ATM yang tersebar diseluruh Indonesia bahkan hingga ke luar negeri.
Apa yang Membedakan Bank Muamalat dengan Bank yang Lain?
Dulu saya tidak pernah mengira bila menggunakan layanan bank syariah seperti Bank Muamalat itu penting. Saya pikir selama namanya bank, maka layanan yang diberikan sama saja. Padahal saya salah besar. Sebagai bank syariah, Bank Muamalat menggunakan sistem perbankan sesuai dengan syariah Islam yang sudah dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadis. Salah satu yang membedakan Bank Muamalat dengan yang lain adalah dari cara kerjanaya. Cara kerja Bank Muamalat dibagi menjadi beberapa istilah yaitu:
- Akad - Akad adalah semacam persetujuan antara bank dan nasabah yang dilakukan sesuai syariat Islam saat membuka rekening tabungan, pinjaman, dan akad keuangan yang lain. Akad keuangan ini dibagi menjadi beberapa jenis seperti Akad Muhabahah, Akad Musyarakah, Akad Musyarakah Mutanaqisah. dan Akad Mudharabah.
- Margin - Margin adalah besaran untung yang sudah disetujui dari transaksi dan juga dari bank. Margin ini sifatnya tetap sepanjang waktu pelaksaanaan kegiatan perbankan.
- Nisbah - Nisbah adalah porsi bagi hasil antara dana hasil dan bank.
Berhijrah dalam
hal apa saja, khususnya keuangan memang bukan hal mudah. Selalu ada banyak
rintangan dan gejolak dari diri sendiri maupun orang lain. Dengan program
#Ayohijrah ini, Bank Muamalat membantu umat Islam untuk berhijrah dalam hal
keuangan dan perbankan secara khusus dan kehidupan secara umum. Sehingga tidak
perlu ada lagi keraguan dalam sistem perbankan dan dalam mengatur keuangan.
Yuk, mumpung sebentar lagi bulan Ramadan datang, mari persiapkan diri untuk berubah menjadi lebih baik lagi dan #Ayohijrah bersama Bank Muamalat.
I'll see you on the next post. Bye.