Wednesday 1 May 2019

Raih Manfaat #AyoHijrah dan Jadi Lebih Baik Bersama Bank Muamalat

Hijrah atau move on – kalau kata anak gaul – mungkin termasuk dalam salah satu hal yang pernah tidak terpikir oleh saya. Biasa karena merasa masih muda, sehingga belum perlu untuk melakukan perubahan. Tapi itu adalah pikiran saya saat masih usia 20 tahunan. Sekarang? Sudah beda lagi ceritanya. Tapi saya mau berbagi perjalanan hijrah saya dari yang dulu hanya punya pikiran hepi-hepi duniawi ke pribadi sekarang yang Insyaallah lebih baik dari yang dulu.

Post ini akan sedikit lebih panjang, jadi jangan lupa siapkan camilan dan minum biar anteng bacanya. Yuk lanjut baca ya.

Aku dan Kisah Hijrahku

Cerita hijrahku berawal ketika lebaran sekitar tahun 2011. Saat itu, saya dan keluarga hendak berkunjung ke rumah nenek. Dan dari semua anggota keluarga dan saudara, hanya saya sendiri yang belum berhijab. Ibu saya sudah menyuruh untuk mengenakan hijab saat lebaran tahun itu, tapi saya menolak. Alasannya? Klise sih karena saya masih belum merasa perlu pakai hijab kala itu.

Entah kenapa dari dalam hati saya belum ada sama sekali keinginan untuk menggunakan hijab ataupun sekedar memperbaiki ibadah dan pribadi. Mungkin ini yang dinamakan dengan belum dapat hidayah.

Saking enggannya pakai hijab, saya sempat perpikir bila akan menggunakan hijab setelah menikah saja. Padahal saya sering mendengar bila banyak orang yang menyesal karena tidak menyegerakan hijrah karena perihal usia dan kematian tidak ada yang pernah tahu. Tapi tetap saja, saya masih kekeuh dengan kepala dan hati saya yang sekeras batu. Bahkan ketika disindir sindir sama saudara yang lain, saya seperti tidak mendengar apa-apa.



Ibu saya sih orangnya selow. Kalau saya bilang tidak mau ya tidak akan memaksa. Beliau selalu berpikir bila memang saatnya, saya akan berubah dengan sendirinya karena Allah yang akan merubah hati saya.

Tiga tahun kemudian, Allah menjawab doa saya dan saya menikah denga pria yang sudah saya pacari selama 4 tahun. Alhamdulilah semua hal berjalan dengan lancar, tapi tetap saya masih menolak untuk berhijab. Lho, bukankah tadi saya bilang akan berhijab bila sudah menikah? Memang saya bilang seperti itu, namun kenyataannya saya masih kekeuh untuk tidak berhijab. Alasan saya kali ini karena saya maunya nanti kalau sudah pakai hijab enggak mau copot lagi. Saya enggak mau seperti teman-teman saya yang pakai dan copot jilbab seperti tidak ada beban.

Karena alasan ini saya menunda kembali untuk berhijab. Bagi beberapa orang, saya terlihat terlalu banyak alasan. Tapi, ya bagaimana lagi waktu itu saya masih berpikir bila berhijab nantinya akan menghambat karir, pergaulan, dan sebagainya.

Hingga pada suatu saat, saya membaca sebuah postingan dakwah di Instagram yang lewat begitu saja di kolom explorer. Saya juga lupa nama akunnya apa. Tapi inti dari postingan yang saya baca tersebut adalah bila seorang wanita tidak mau menutup auratnya (dengan hijab) serta melakukan dosa lain, maka nanti diakhirat ayah, suami, dan saudara laki-laki akan ikut menanggung dosa wanita tersebut.
Dari postingan itulah, saya merasa tertampar. Apakah nanti bila diakhirat suami, ayah, dan saudara laki-laki saya juga harus dihukum karena saya tidak berhijab? Saya tidak mau hal tersebut terjadi. Akhirnya saya memutuskan berhijab setelah meminta izin pada suami.

Setelah bertahun-tahun saya menggunakan hijab, memang banyak hal baik yang saya rasakan, istilahnya up and down. Namun pada suatu hari saya mengetahui bila hadis tentang hijab diatas ternyata bukan hadis yang shahih atau sah. Memang seorang ayah bertanggung jawab atas anaknya hingga menikah, kemudian setelah menikah suami yang bertanggung jawab. Hal ini bukan berarti ayah dan suami akan menanggung dosa seorang wanita (anak/istri) karena sebenarnya setiap pribadi akan menanggung dosa masing-masing.

Meskipun kisah hijrah saya dari yang tidak berhijab menjadi berhijab dipelopori oleh sebuah hadis yang tidak shahih, tapi saya tidak menyesal. Bahkan dari saat pertama berhijab hingga sekarang belum pernah copot-pasang hijab. Satu hal yang saya syukuri adalah saya hijrah berdasarkan kemauan saya sendiri, bukan karena paksaan dari orang lain.

Kenapa harus hijrah?

Beberapa tahun belakangan ini, fenomena hijrah menjadi semacam trend, terlebih dikalangan orang muslim. Mungkin bukan saya saja yang sempat terpikir mengapa harus hijrah? Apakah harus hijrah karena trend atau memang niat dari hati? Apakah hijrah hanya demi eksistensi tapi tidak paham dengan substansinya? Well, that is the question, actually.

Berbicara masalah hijrah, sebenarnya sudah tahu belum sih apa itu pengertian hijrah yang sebenarnya? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, ada 2 pengertian hijrah, yaitu:
“Hijrah (n) Perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Mekah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy, Mekah” 
“Hijrah (v) berpindah atau menyingkir sementara waktu dari suatu tempat ke tempat yang lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya)”
Bila dilihat dari segi makna, hijrah berarti berpindah tempat. Namun hijrah juga bisa dimaknai sebagai perubahan dari hal yang buruk ke hal baik. Perubahan yang dimaksud bisa dalam berbagai hal seperti personal, gaya hidup, dan sebagainya. Selain itu, alasan setiap pribadi untuk hijrah juga berbeda, namun secara umum orang hijrah karena mereka ingin menjadi pribadi yang lebih baik.

Saya pernah membaca quote dari sebuah drama Korea, yaitu “Orang bisa mati bila berubah secara drastis”. Quote ini berbicara bahwa orang tidak mudah berubah (termasuk hijrah juga), dan biasanya orang yang mendadak berubah adalah orang yang hendak mati. Sama halnya dengan perjalan hijrah saya, dan orang lain yang jelas tidak mudah. Namun apapun hambatannya tetap dilewati dan mantap berhijrah.


Memaknai hijrah dan menjadi lebih baik

Bagi saya, perjalanan hijrah dan semua perubahannya bukan hal yang mudah. Ada banyak orang yang memandang niat hijrah saya ini sebagai sesuatu yang receh. Tapi dasarnya saya memang (PURA-PURA) budek, jadi saya tidak ambil pusing. Saat mantap berhijrah, ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya. Selain konsisten memakai hijab, ada hal lain yang harus saya perbaiki seiring dengan niat hijrah ini. Maklum, saya tidak mau nanti ada orang yang bilang bila saya berhijab tapi kelakuan kok anu.

Bagi saya hijrah bukan perkara dari tidak berhijab menjadi berhijab atau seberapa cekak celanamu atau seberapa panjang (dan lebat) jenggotmu. Tapi hijrah mempunyai makna yang jauh lebih luas daripada penampilan saja. Bila memang sudah memutuskan hijrah, kelakuan, cara bicara, gaya hidup, hingga intensitas ibadah harus berubah. Ya masa sih sudah berhijab tapi mainnya masih dugem ke club malam dan pulang dini hari.

Ketika sudah memutuskan #ayohijrah, berarti sudah siap untuk mengubah gaya hidup. Dari yang awalnya suka telat bangun subuh bisa bangun tepat waktu, yang biasanya sholat masih on-off, bisa lebih konsisten lagi sholatnya, yang masih suka ghibah, bisa kurang-kurangi lah nyinyir di Instagram artis, dan sebagainya.

#Ayohijrah dalam aspek kehidupan

Seperti yang sudah saya katakan, bila seseorang memang sudah memutuskan untuk hijrah, perubahan yang dilakukan tidak hanya pada sebatas penampilan saja tapi juga pada semua aspek kehidupan. Itulah mengapa hijrah itu hanya untuk orang yang kuat (mental). Tapi kalau ingin menjadi tetap baik ya harus diniati dan dilakukan.
“Allah tidak merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Q.S Ar Rad: 11
Sebenarnya perubahan apa saja sih yang bisa dilakukan ketika sudah memutuskan berhijrah? Saat memutuskan berhijrah, setiap orang mempunyai preferensi hal apa saja yang ingin diubah. Yang jelas sekecil apapun perubahan yang dilakukan, pasti berdampak besar pada hidup. Kalau saya, ada beberapa aspek yang saya ubah ketika memutuskan untuk hijrah.
  • Kehidupan personal – Satu hal yang perlu saya ubah dari kehidupan personal adalah tentang ibadah. Kualitas dan ketepatan waktu saya ubah dari yang kurang taat menjadi lebih taat. Saya tidak mau menjadi orang yang beribadah seperti Allah membutuhkan ibadah saya. Padahal saya yang butuh beribadah pada Allah. Setelah memutuskan untuk berhijab, saya juga ingin ibadah semakin rajin. Sehingga hijab bukan hanya sebagai penutup kepala saja tapi ibadahnya nol besar.
  • Lifestyle – Alhamdulilah, saya yang sejak awal berasal dari keluarga agamis, tidak mempunyai lifestyle yang kurang baik. Saya tidak pernah dugem, minum alkohol, merokok, nongkrong hingga larut malam pun saya tidak pernah. Tapi diluar dari hal tersebut, yang perlu saya ubah adalah ghibah. Saya berusaha sebisa mungkin untuk tidak ghibah dan julid pada orang lain. Malulah ya, masa sudah pakai hijab, sholat dibenerin, eh tapi masih suka ghibah dan julid.
  • Keuangan – Selain dua aspek tersebut, keuangan juga menjadi prioritas saat hijrah. Saat memutuskan berhijrah, saya dan suami memutuskan untuk stop berhutang yang mengambil riba. Saya memang bukan yang hobi utang, tapi saya melihat orang disekitar saya banyak yang menderita karena hutang riba ini, bahkan tetangga saya ada yang sampai bunuh diri karena terlilit hutang riba. Dari sini saya banyak melakukan perubahaan pada keuangan seperti tidak lagi ikut arisan (karena saya kurang yakin dengan arisan), Selain itu saya tidak menggunakan kartu kredit, karena menghindari berhutang tadi. Ya masa, begaya dari uang hasil hutang, apa kata dunia?
Sejalan dengan filosofi saya tentang hijrah, Bank Muamalat juga meluncurkan program #AyoHijrah untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya hijrah menjadi lebih baik. Saya excited sekali dengan program #ayohijrah ini karena sangat membantu dan memfasilitasi orang-orang seperti saya yang ingin berhijrah. Yuk, cari tahu lebih lanjut tentang program #ayohijrah dari Bank Muamalat ini. 


#Ayohijrah bersama Bank Muamalat

#Ayohijrah adalah salah satu program unggulan dari Bank Muamalat untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya berhijrah dalam segala aspek kehidupan termasuk keuangan. Kampanye #ayohijrah ini diluncurkan pada 8 Oktober 2018 silam. Selain dalam hal keuangan, kampanye #ayohijrah ini juga mengajak masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih berkah dan lebih baik sesuai dengan ajaran agama Islam.

Sebagai bank pertama yang menerapkan hukum syariah pada perbankan di Indonesia, Bank Muamalat merasa perlu untuk menggaungkan kampanye #AyoHijrah. Dengan kampanye ini, Bank Muamalat memperluas fungsi bank dari sebatas penyedia layanan perbankan syariah menjadi penggerak semangat umat untu berhijrah ke arah yang lebih baik dan menyeluruh berdasarkan ajaran agama Islam termasuk dalam mengelola keuangan.


Sumber
Makna dari kampanye #AyoHijrah ini adalah berubah menjadi ‘lebih baik’ bagi seluruh umat Islam yang ada di Indonesia. Kita semua tahu bila agama Islam tidak sekedar mengatur masalah agama saja, namun juga mengatur gaya hidup atau way of life umatnya. Berawal dari sini, Bank Muamalat ingin mengajak masyarakat muslim di Indonesia untuk memperbaiki gaya hidup termasuk dalam hal keuangan. Hal ini karena masih banyak orang yang menggunakan sistem keuangan sekuler dari perbankan konvensional. Padahal sistem riba yang masih digunakan bank konvensional itu diharamkan dalam agama Islam.

Dalam program ini, Bank Muamalat menyediakan beberapa produk dan layanan hijrah dengan nama yang baru seperti berikut ini.
  • Tabungan iB Hijrah
  • Tabungan iB Hijrah Rencana
  • Tabungan iB Hijrah Haji dan Umrah
  • Tabungan iB Hijrah Prima
  • Tabungan iB Hijrah Prima Berhadiah
  • Giro iB Hijrah 
  • Deposito iB Hijrah
  • Pembiayaan Rumah iB Hijrah Angsuran Fix and Fis dan Super Ringan (Masih dalam pengajuan ke OJK)
Selain layanan hijrah diatas, gerakan #Ayohijrah juga mempunyai beberapa kegiatan yang berhubungan dengan hijrah. Antara lain:
  • Open booth di pusat kegiatan masyarakat sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi #Ayohijrah dengan mudah.
  • Seminar/Edukasi perbankan syariah
  • Pemberdayaan mashid sebagai agen perbankan syariah
  • Kajian Islami dengan narasumber ulama
Gerakan #Ayohijrah ini dikemas dengan kegiatan interaktif yang mengajak serta melibatkan masyarakat untuk meningkatkan diri dalam berbagai aspek kehidupan, khususnys mulai menggunakan bank syariah. Sehingga keuangan bisa lebih teratur dan hidup menjadi lebih berkah dan tenang.

Tentang Bank Muamalat

Kehadiran Bank Muamalat di Indonesia bagai oase ditengah gurun. Bagaimana tidak, bila di negara yang mayoritas beragama Islam, layanan perbankan syariah bisa dikatakan masih terbatas dan belum menyeluruh. Sehingga dengan adanya Bank Muamalat ini, umat Islam di Indonesia bisa melakukan aktivitas perbankan dengan lebih tenang dan aman.

Bank Muamalat sendiri adalah bank pertama yang menerapkan hukum perbankan syariah murni di Indonesia. Didirikan pada tahun 1992, Bank Muamalat tidak menginduk pada bank lain sehingga program syariah-nya tetap terjaga. Penerapan prinsip ekonomi syariah serta pengelolaan dana di Bank Muamalat ini diawasi dan dikawal oleh Dewan Pengawas Syariah. Meski  menerapkan prinsip ekonomi syariah, Bank Muamalat juga mempuyai fasilitas keuangan yang lengkap seperti internet banking, mobile banking, hingga kantor cabang dan jaringan ATM yang tersebar diseluruh Indonesia bahkan hingga ke luar negeri.

Apa yang Membedakan Bank Muamalat dengan Bank yang Lain?

Dulu saya tidak pernah mengira bila menggunakan layanan bank syariah seperti Bank Muamalat itu penting. Saya pikir selama namanya bank, maka layanan yang diberikan sama saja. Padahal saya salah besar. Sebagai bank syariah, Bank Muamalat menggunakan sistem perbankan sesuai dengan syariah Islam yang sudah dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadis. Salah satu yang membedakan Bank Muamalat dengan yang lain adalah dari cara kerjanaya. Cara kerja Bank Muamalat dibagi menjadi beberapa istilah yaitu: 

  • Akad - Akad adalah semacam persetujuan antara bank dan nasabah yang dilakukan sesuai syariat Islam saat membuka rekening tabungan, pinjaman, dan akad keuangan yang lain. Akad keuangan ini dibagi menjadi beberapa jenis seperti Akad Muhabahah, Akad Musyarakah, Akad Musyarakah Mutanaqisah. dan Akad Mudharabah.  
  • Margin - Margin adalah besaran untung yang sudah disetujui dari transaksi dan juga dari bank. Margin ini sifatnya tetap sepanjang waktu pelaksaanaan kegiatan perbankan. 
  • Nisbah - Nisbah adalah porsi bagi hasil antara dana hasil dan bank. 
Berhijrah dalam hal apa saja, khususnya keuangan memang bukan hal mudah. Selalu ada banyak rintangan dan gejolak dari diri sendiri maupun orang lain. Dengan program #Ayohijrah ini, Bank Muamalat membantu umat Islam untuk berhijrah dalam hal keuangan dan perbankan secara khusus dan kehidupan secara umum. Sehingga tidak perlu ada lagi keraguan dalam sistem perbankan dan dalam mengatur keuangan. 

Yuk, mumpung sebentar lagi bulan Ramadan datang, mari persiapkan diri untuk berubah menjadi lebih baik lagi dan #Ayohijrah bersama Bank Muamalat. 

I'll see you on the next post. Bye.

4 comments:

  1. Menabung di Bank Syariah, berarti dapat menghindarkan kita dari riba ya Mbak ? dan Bank Muamalat Indonesia merupakan tempat yang cocok untuk menabung bagi muslim yang enggan terjerumus dosa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget. sebaiknya menghindari riba dalam transaksi keuangan sehingga paling aman pakai bank syariah seperti bank muamalat.

      Delete
  2. Keadaan saat berhijrah itu kadang menjadi satu hal yang sulit ya, ada saja cobaannya. Alhamdulillah ya Mbak, sekarang sudah lebih tenang dengan berhijrah menggunakan hijab dengan keinginan dari diri sendiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak yang penting hijrah dengan kemauan sendiri agar hasilnya bisa permanen.

      Delete