Friday 22 June 2018

Silaturahmi Mempererat atau Merenggangkan Persaudaraan?

sumber foto
Meskipun masih dalam suasana lebaran, pasti ada beberapa yang sudah males dan bete pengen cepet-cepet balik ke rumah atau ke kosan, kan? Saya juga mengalami hal yang sama, hanya saja saya tidak punya tempat lain untuk mengadu, jadi ya hanya di rumah saja.

Salah satu penyebab rasa malas dan bete bukan karena lebarannya, tapi lebih ke bertemu dengan saudara atau teman yang lama tidak berjumpa. Loh, harusnya malah excited kan ya? Kok malah bete?

Ya gimana enggak bete kalau lama enggak berjumpa, tahu-tahu pas lebaran jadi julid, nyinyir, dan ultra kepo. Nah, pasti banyak diantara teman-teman yang sudah kenyang dengan pertanyaan seperti gambar diatas. Saya juga sangat kenyang.

Saya salah satu yang percaya kalau momen lebaran itu adalah momen untuk menyambung silaturahmi dengan keluarga, saudara, dan teman, terlebih yang jauh dan jarang bertemu. Tapi, apakah silaturahmi memang benar-benar mempererat atau malah merenggangkan tali persaudaraan? Ataukah silaturahmi hanya menjadi ajang untuk kekepoan dengan menabur garam di atas luka orang lain?

Lebaran saya kali ini bukan yang terbaik ataupun terburuk, B aja gitu. Tapi perasaan saya menjadi lebih tertekan dan lebih sering menangis saat sendiri. Bagaimana tidak, dua tahun lebih menikah tapi saya belum hamil juga. Yang membuat saya tertekan sebenarnya bukan masalah itu, tapi tentang pandangan orang lain (dalam hal ini tamu yang datang ke rumah) tentang saya.

Saya kok merasa dengan mereka bertanya 'Sudah hamil belum?' kemudian saya melihat expresi mereka seperti seolah-olah menjudge kalau saya -sigh- tidak subur. Bahkan ada yang secara terang-terangan membandingkan betapa mereka lebih hebat dari keluarga saya (yang membandingkan sudah punya anak 2 dan dia adalah teman suami yang bahkan saya tidak kenal). WTH kan?

Baca juga: Tentang pertanyaan sensitif

Selama ini saya percaya apa yang diberikan dan belum diberikan oleh Allah mempunyai hikmah tersendiri. Bahwa saya belum diberikan anak, saya juga yakin Allah mempunyai alasannya. Saya memang tidak perlu tahu, saya hanya perlu percaya saja bahwa suatu saat pasti diberikan.

Namun, dibalik semua ketegaran yang sudah saya bangun, ada orang yang tidak pernah ada dalam hidup saya, tiba-tiba datang dan menabur garam. Kalau saya ingin merenggangkan silaturahmi, bisa saja saya menjawab dengan nada kasar. Tapi karena saya berbeda dengan mereka, saya hanya tersenyum saja karena semakin saya ngomong akan semakin sakit hati saya.

Inikah silaturahmi yang kita inginkan? yang meninggalkan luka pada tuan rumah yang sudah kita datangi tanpa tahu seberapa keras perjuangan mereka. Bertanya pada masalah-masalah yang seperti ini memang sensitif. Terlebih kalau kita tidak bisa memberi solusi atau membantu apa-apa, sebaiknya hindari untuk bertanya atau cukup dengan doakan mereka. Saya lebih senang kalau ada yang tanya kemudian mereka mendoakan karena mereka tahu hanya doa yang bisa membantu saya.

Apakah kamu termasuk yang suka bertanya pertanyaan sensitif? 

Mungkin bagi banyak orang pertanyaan seperti 'kok gendutan ya?', 'kok belum hamil?', 'kok belum lulus?', dan kok, kok yang lain termasuk dalam ketegori small talk atau basa-basi. Tapi tidak bisa kah pertanyaan basa basi diganti menjadi yang positif dan tidak menyakitkan hati? Karena terkadang berawal dari kepo kemudian berlanjut ke pamer dan membandingkan diri. Ingat, jangan jadi matahari dengan membandingkan diri pada bulan, bersinarlah tanpa membandingkan diri ataupun mematikan sinar orang lain.

Kita semua tahu hidup ini berat. Tidak perlu lagi menambah beban pada seseorang dengan mengorek kenangan, menabur garam diatas luka hanya karena rasa kepo. Doakan saja yang terbaik untuk saudara dan temanmu dengan begitu silaturahmi menjadi jalan mempererat persaudaraan.

Tulisan saya ini hanya sekedar curhat dan tidak bermaksud menyinggung siapa-siapa. Bahkan saya yakin orang yang saya maksud juga tidak akan berada disini untuk membaca tulisan ini. Namun, bagi yang mempunyai kesempatan membaca tulisan ini, ayok mulai sekarang kita ganti kebiasaan kepo dengan yang positif. Jangan menodai silaturahmi dengan kepo, pamer, membandingkan diri, dan sejenisnya. Masa iya habis minta maaf bikin dosa lagi?

I'll see you at the next post. Bye.