Friday 17 November 2017

Tentang Petanyaan Sensitif yang tidak Sungkan untuk Ditanyakan

"Sudah 4 tahun, tapi kok belum lulus kuliah?"

"Kok belum nikah?"

"Kenapa belum punya anak?"

dan kenapa, kenapa, kenapa yang lain.

http://mobile.fourlook.com/post/kumpulan-meme-momen-ngenes-yang-terjadi-saat-lebaran-lol--29594.html
Sumber: http://mobile.fourlook.com/post/kumpulan-meme-momen-ngenes-yang-terjadi-saat-lebaran-lol--29594.html

Pasti semua dari kita pasti pernah dapat pertanyaan yang semacam diatas. Sebel? pasti. Dongkol? Iya. Pengen nonjok? jelas. Tapi pada akhirnya cuma bisa nyengir kayak kuda sembelit daripada memicu pertengkaran.

Sebelum lanjut membahas permasalahan sensitif seperti diatas, saya mau menekankan kalau post ini tidak bertujuan untuk menyindir siapapun. Kalau ada yang merasa tersindir, berarti memang you have to seriously think on how you conduct yourself. Tapi secara umum post ini hanya ungkapan hati saya yang lelah karena melulu ditanya pertanyaan yang sensitif diatas.

Banyak orang di negeri tercinta ini yang hobi sekali untuk bertanya "kok belum lulus kuliah?", "kok belum nikah sih, kan udah umur?", "kenapa belum punya anak padahal udah nikah lama?". Sayapun sempet heran dengan orang yang hobi bertanya seperti itu. Apakah mereka tidak mempertimbangkan perasaan yang ditanya dengan bertanya pertanyaan sensitif itu?

Selama ini saya menyebut pertanyaan tersebut sebagai pertanyaan sensitif karena berpotensi untuk menyakiti pihak yang ditanya. Bagaimana bisa? Iya, karena ketika kita menanyakan pada seseorang "Kenapa belum punya anak, kan udah lama nikah?" Apakah kita tahu kalau yang bersangkutan mungkin sangat amat menginginkan punya anak, hanya saja Tuhan belum mengizinkan. Dan ketika pertanyaan tersebut dilontarkan, ternyata menyentuh sisi sedih dihatinya dan membuat orang tersebut semakin sedih dan minder.

Reaksi yang sama juga untuk jenis pertanyaan sensitif lainnya. Yang menyedihkan lagi, pertanyaan tersebut hanya diucapkan atas dasar kepo atau pengen tahu aja. Bayangkan saja hanya karena secuil rasa ingin tahu, kita tanpa sadar menyentuh sisi sedih seseorang tanpa memberikan solusi atas hidupnya. Menurut saya itu adalah hal yang sangat jahat. Kalau tidak bisa menolong atau memberi solusi, paling tidak jangan membuat seseorang sedih, ya kan?

Saya pernah mengalami hal yang serupa ketika ada teman ibu saya tanya "Sudah punya anak apa belum?" Saya jawab dengan sopan " Belum, bu. Mohon doanya aja." Eh, malahan ibu itu jawab "Lha, ngapain sih ditunda-tunda punya anak. Mbok ya cepetan." Saya cuma nyengir kaya kuda sembelit.

Dalam hati saya berkata, ya Allah, semoga saya bisa sabar. Mungkin ibu itu enggak tahu betapa saya ingin punya anak dan bahwa saya tidak pernah menunda untuk punya anak. Jujur, saya selalu down kalau ada yang bertanya semacam itu karena pertanyaan itu adalah sumber kesedihan dan kegalauan saya.

Rasanya sangat tidak etis kalau kita menyentuh sisi sedih seseorang dengan pertanyaan seperti diatas hanya karena rasa ingin tahu atau kepo yang kemudian akan dijadikan bahan gosip dengan orang lain. Saya sebisa mungkin untuk menghindari bertanya seperti itu pada seseorang karena memang itu adalah wilayah privasi seseorang. Tahukan kenapa sangat tidak sopan bila bertanya masalah pernikahan, agama, usia, dan sejenisnya pada orang bule. Seharusnya hal yang sama juga diterapkan di negara tercinta ini.

Tapi apalah daya. Masyarakat kita sudah terlanjur menjadi generasi yang kepo yang bisa dengan enteng melontarkan pertanyaan sensitif. Semoga kita menjadi golongan orang yang bisa menghargai privasi seseorang dengan tidak bertanya hal semacam itu. Its just unfair to provoke someone's sadness because of curiosity.
This entry was posted in

0 comments:

Post a Comment